I created this blog to share my opinions, stories, recommendations, etc. I hope you find it useful!

Designated Survivor: 60 Days, Drama yang Membuka Banyak Hal Tentang Politik


Bulan Januari 2025, aku baru saja menyelesaikan satu series Drama Korea yang menurutku sangat bagus. Judulnya adalah Designated Survivor: 60 Days. Ditulisan ini aku tidak akan membahas hal-hal teknis mengenai dramanya namun lebih kepada jalan cerita dan pelajaran yang aku dapatkan dari drama tersebut.

Drama ini mengangkat cerita tentang seorang Perdana Menteri Lingkungan Hidup yang secara mendadak diangkat menjadi seorang Presiden karena Presiden serta beberapa Menteri lainnya yang sedang menjabat tewas dalam sebuah pengeboman yang tidak terduga. PM Lingkungan Hidup ini diangkat menjadi Presiden Sementara karena dia adalah satu-satunya PM yang masih hidup. Lantas kenapa PM Lingkungan Hidup bisa selamat? Jawabannya adalah karena pada saat pengeboman di (sebut saja) Gedung Putih, PMLH tidak hadir diacara tersebut sebab sebelum acara di Gedung Putih berlangsung, PMLH dipecat oleh Presiden karena perbedaan pendapat hingga ada beberapa kebijakan dimana mereka saling kontra.

Menurut perundang-udangan yang berlaku di Korea, jika Presiden tidak bisa menjalankan tugasnya maka tanggungjawab dan wewenang Presiden bisa dialihkan ke para menterinya. Nah, mengingat para menterinya juga ikut tewas dalam serangan bom, maka PMLHlah yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Presiden Sementara.

Presiden Sementara sebut saja Park Mujin, tentu saja sangat kaget dengan apa yang terjadi. Setelah pengeboman terjadi, Park Mujin langsung diamankan oleh staff-staff Presiden hingga dia diberitahu bahwa dia akan menjadi Presiden selama 60 hari kedepan. Pada awalnya dia menolak keras namun setelah diberi penjelasan oleh Kepala Staff Presiden, maka diapun akhirnya menerima.

Sebenarnya siapakah Park Mujin ini? Park Mujin pada dasarnya bukanlah seorang Politikus. Sebelum menjadi seorang Menteri, dia adalah seorang Dosen disebuah Universitas. Dia diangkat menjadi seorang Menteri murni karena dia sangat ahli dibidang lingkungan. Selama bekerja dia membuat kebijakan berdasarkan ilmu yang dia miliki. Jadi bisa dibilang, Park Mujin adalah seorang Perdana Menteri yang buta akan politik. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu pemicu kenapa Presiden dan Park Mujin kerap berbeda pendapat.

Dengan kondisi publik yang tidak kondusif dan kebutaan akan politik, Park Mujin dituntut untuk memimpin negara dan mengungkap dalang pengeboman Gedung Putih. Pada proses ini, Park Mujin banyak dibantu oleh para staffnya yang sangat handal. Singkat cerita, akhirnya Park Mujin bisa mengungkap dalang dibalik pengeboman Gedung Putih. Bayangkan saja, Park Mujin yang awalnya banyak diragukan oleh masyarakat, diremehkan, tidak dihargai, dicurangi, dihina dan lainnya berubah menjadi sosok yang sangat dikagumi dan dicintai masyarakatnya bahkan lawan-lawannya.

Lantas, apa yang menarik dari drama ini? Menurutku ada banyak hal yang membuat drama ini sangat menarik. Diawal cerita, ketika terjadi pengeboman dan penunjukan Presiden Sementara saja sudah menjadi cerita yang sangat unik, ditambah Park Mujin yang buta akan politik kerap kali membuat keputusan yang mengedepankan humanisme namun sangat beresiko pada posisinya. Park Mujin juga kerap cekcok dengan staff staffnya lagi lagi karena perbedaan pendapat. Selain itu, drama ini tidak hanya berfokus pada orang-orang di internal Presiden tapi juga pihak-pihak eksternal yang membuat ceritanya semakin kompleks, seperti keterlibatan Korea Utara, keterlibatan BIN, lawan politik (partai oposisi) hingga keterlibatan Media. Pokoknya rumit tapi sangat seru!

Dari drama ini, aku menjadi tahu bagaimana orang-orang dibelakang Presiden bekerja. Setidaknya dengan menonton drama ini, aku bisa memahami bahwa politik itu bisa menjadi sangat kotor namun bisa juga menjadi sangat manusiawi. Baik buruknya sebuah pemerintahan juga ternyata dipengaruhi oleh orang-orang dibalik Presiden. Dari drama ini juga, aku jadi paham bahwa didalam suatu pemerintahan, penghianat itu akan selalu ada. Kawan bisa jadi adalah lawan!

Oh iya, diawal aku sudah kasih tahu bahwa Presiden Park Muji berhasil mengungkap dalang dibalik pengeboman Gedung Putih. Kalian tahu siapa pelakunya? Pasti kalian akan kaget. Sebenarnya diawal-awal aku sudah menebak pelakunya namun beberapa kali goyah dan menuduh yang lain karena sipelaku memang terlihat sangat baik sepanjang drama. Yang pasti, pelakunya adalah orang yang dekat dan sehari-hari dengan Presiden. Penasaran kan?

Selain mengidolakan tokoh Park Mujin, aku juga sangat mengidolakan staff-staff Presiden terutama Kang Dae-Han, Jung Soo-Jung dan Kim Nam-Wook. Tak lupa dengan duo detektif yang sangat membantu Presiden dalam mengungkap sidalang pengeboman yaitu Detektif Han dan Kim. Mereka semua bekerja dengan sangat baik dan tulus. Orang-orang seperti mereka sangat penting keberadaannya untuk membuat pemerintahan yang baik.

By the way, drama ini merupakan drama adaptasi dari Amerika Serikat yang berjudul Designated Survivor. Versi Koreanya sendiri tayang perdana di Netflix pada tanggal 1 Juli 2019. Drama ini harus masuk dalam watch list kalian karena selain sangat menarik untuk ditonton juga membuka mata kalian tentang politik!



Nama Unik di Dukcapil: Unik atau Beban? Kreatif atau hanya sekedar memuaskan ego orang tua?


Tanggal 28 Januari 2025, saya cukup tergelitik dan miris membaca sebuah postingan di media sosial X yang diterbitkan oleh Kompas.com dengan judul "9 nama unik yang tercatat di Dukcapil", dan inilah nama-nama unik yang dimaksud tersebut:

Source: X @kompascom

Alih-alih merasa lucu dan kagum, saya malah merasa kasian pada anak-anak tersebut terutama mereka yang namanya dibuat begitu "unik". Nama adalah identitas diri yang akan melekat selamanya pada diri kita. Tidak sekedar memberi identitas, tapi bagi banyak orang nama juga adalah doa yang dibuat dengan sepenuh hati oleh orang tua bahkan keluarga. Lantas bagaimana dengan orang tua anak-anak diatas yang memberikan nama anaknya dengan begitu senonoh (indah bagi mereka) tanpa memikirkan bagaimana anak-anak ini akan hidup selamanya dengan nama tersebut? Tentu saja, nama-nama diatas tidak semuanya "senonoh" karena ada juga yang memang benar unik. Apakah orang tua anak-anak diatas tidak memiliki pilihan lain selain nama-nama diatas? Begitu kuatkah cerita-cerita dibelakangnya hingga tak mampu lagi menggoyahkan bahwa nama-nama tersebut akan didaftarkan di Dukcapil? Bagi saya, mereka (tidak semuanya) tentu adalah orang tua yang egois. Tentu saja ini hanya penilaian pribadi.

Dibalik rasa miris, disaat yang bersamaan saya juga merasa penasaran apakah pemberian nama anak di Indonesia tidak ada peraturan yang mengikatnya? dan ternyata memang ada. Peraturan tentang pencatatan nama pada Dukcapil diatur dalam Permendagri No 73 tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan. Pada pasal 4 ayat 2 dijelaskan bahwa nama tidak boleh multitafsir dan bermakna negatif dan dipasal 5 ayat 3 dijelaskan bahwa dilarang menggunakan angka dan tanda baca.

Jika mengacu pada peraturan diatas bukankah "covid" seharusnya tidak diizinkan menjadi nama seseorang? Bagi saya, covid selalu mengarah kepada sebuah peristiwa wabah virus yang menyulitkan kehidupan orang-orang dalam beberapa tahun. Itu adalah masa-masa sulit. Terlepas dari cerita dan maksud orang tua atas pemberian nama tersebut, bukankah seharusnya mereka mempertimbangkan berkali-kali? Apakah mereka tidak terbayang bahwa setelah dewasa nanti kemungkinan si anak akan diejek karena namanya mengarah pada sebuah wabah virus dan peristiwa menyedihkan dimasa lalu? Bagi saya, itu tetaplah nama yang seharusnya tidak diberikan pada anak.

Lalu, ada anak bernama "Dinas Komunikasi Informatika Statistika". Bukankah ini sudah bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 dimana pemberian nama tidak boleh multitafsir? Siapapun yang mendengar nama itu, pasti akan bertanya berulang setidaknya dua kali untuk memastikan apakah itu benar nama seseorang. Jika mendengar nama diatas, sudah pasti kebanyakan orang akan mengarah pada sebuah nama lembaga pemerintahan bukan pada nama seseorang. Entah bagaimana nanti anak ini menghadapi berbagai komentar yang akan dia terima sepanjang hidupnya. Membayangkannya saja sudah membuat tidak nyaman.

Saya jadi teringat pada sebuah peristiwa dimana seseorang berjuang untuk mengubah namanya yang diberikan dengan asal-asalan oleh orang tuanya. Tentu saya masih belum lupa dengan kasus seseorang benama "Kentut" yang akhirnya ke pengadilan untuk mengubah namanya. Bayangkan saja, dari kecil menjadi bahan ledekan oleh teman-temannya "hanya" karena sebuah nama. Seberapa berat beban yang dia tanggung selama ini mungkin tidak akan bisa dijelaskan. Bahkan setelah namanya bergantipun, bukankah orang-orang sudah mengenalnya dengan nama "Kentut"? Sekali lagi, janganlah menjadi orang tua yang egois.

https://www.tribunnews.com/metropolitan/2018/04/18/pria-ini-bernama-kentut-sering-diejek-teman-hingga-malu-menutup-diri-di-kamar

Menjadi orang tua jelas bukanlah hal yang mudah. Namun, saya ingin fokus pada pemberian nama pada anak-anak. Bukankah hal-hal semacam ini bisa didiskusikan dengan orang tua, saudara, kerabat atau bahkan teman-teman terdekat? Bukankah seharusnya kita perlu mempertimbangkan bagaimana seorang anak akan mengemban sebuah nama sepanjang hidupnya? Bukankah nama yang kita berikan pada anak seharusnya membuat mereka menjadi indah bukan malah untuk sekedar memuaskan ego orang tua? Jadikanlah nama anakmu sebagai sebuah doa dan kebahagiaan bukan sebagai beban.

Tulisan ini tak hanya kritik bagi orang tua diluar sana tetapi juga bagi para aparat pemerintah yang berwewenang akan hal ini, khususnya Dukcapil. Sebaiknya nama nama yang didaftarkan tidak diterima begitu saja, tetapi tetap mengacu pada peraturan yang sudah ditetapkan. Terlepas dari nama anak-anak diatas didaftarkan sebelum peraturannya terbit, tetap saja beberapa nama diatas tidak seharusnya diloloskan. Jika mengacu pada pasal 5 ayat 3 maka nama anak pada Nomor 8 dan 9 tentu tidak memenuhi syarat karena menggunakan angka pada namanya.

Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan diterima dengan baik. Terima kasih



2025: Me vs Laziness. Who will win?


"2025 menjadi tahun yang aku targetkan untuk melakukan banyak perubahan." Sebenarnya ini bukan kali pertama aku menargetkan hal-hal semacam itu. Ini adalah yang kesekian kalinya dan aku pikir semua berakhir dengan tidak mendapatkan apa-apa. Mungkin karena selalu berakhir dengan buruk, aku jadi meyakini bahwa target atau kalimat-kalimat semacam itu hanyalah kalimat "penghibur diri" yang rutin diucapkan setiap tahun. Tapi kali ini, bisakah kalimat tersebut menjadi kenyataan? Apakah tahun 2025 bisa menjadi tahun yang spesial dimana semua rencana baik bisa tercapai? Bisakah kalimat tersebut tidak sekedar kalimat "penghibur diri" saja? I don't know, we'll see!

Menurutku, bagian penting dalam kehidupan yang kerap kali diabaikan atau tidak disadari oleh seseorang adalah mengenali dirinya sendiri. Setiap hari adalah pertarungan dengan dunia dan kita adalah senjata utama untuk memenangkannya, maka dari itu penting sekali untuk mengenali diri sendiri. Apakah itu hal yang mudah? Tentu saja tidak, akupun butuh puluhan tahun untuk bisa mengenal diri sendiri, menerima setiap kekurangan dan berdamai dengan semua hal yang sudah terjadi.

Menerima fakta bahwa kehidupan yang aku jalani sampai saat ini masih jauh dari yang direncanakan adalah hal yang menyakitkan. Tapi, apa boleh buat? Menyesalinya tentu tidak akan memperbaiki keadaan. Hal ini membuat aku banyak merenung. Apa yang salah?

Kalau dipikir-pikir, aku sudah cukup mengenali diri sendiri, sudah mengenali keunggulan yang aku punya, sudah merencanakan future career, bahkan sudah merencanakan hal-hal yang bisa membawaku sampai ketahap itu. Tapi, semuanya terhambat karena kemalasan. Disaat orang lain bingung dengan dirinya sendiri dan tidak tahu harus seperti apa kedepannya, maka berbeda dengan aku yang sudah merencanakan banyak hal dengan baik tapi terjebak dalam kemalasan yang menghambat semuanya.

Ya, aku harus mengakuinya dan tidak perlu lagi merasa malu. Beberapa tahun kebelakang, aku memang digerogotin oleh kemalasan. Aku menunda-nunda, mencari seribu alasan, membuang-buang waktu, menyalahkan keadaan, tidak berani ambil resiko dan tidak berani keluar dari zona nyaman. Semua itu adalah virus-virus jahat yang muncul karena kemalasan. Sangat menjijikkan!

Tahun 2025 aku putuskan untuk melawan semuanya sekuat tenaga. Rencana yang sudah kubuat ditahun-tahun sebelumnya, pelan-pelan akan aku jalankan. Tidak perlu berharap hasil yang sempurna tapi setidaknya mendatangkan perubahan kecil yang baik. Aku akan terus melawan sampai kemalasan itu hancur dengan sendirinya.

"Rajin menulis" merupakan salah satu hal yang sudah aku rencanakan dari lama dan akhirnya aku memulainya di 2025 ini. Ya, pengakuan kotor yang baru saja kalian baca ini aku putuskan untuk menjadi tulisan pertamaku di blog pribadi. Aku sengaja melakukannya supaya tulisan ini juga menjadi reminder buat aku pribadi untuk tidak lagi terjebak dalam kemalasan.

Ada satu quote dari filsuf Tiongkok yang aku suka "sebenarnya seseorang yang malas sedang mengundang kesulitan untuk datang" Conficius (Kong Hu Cu). Bagiku, itu tidak sekedar quote tapi adalah fakta dan pelajaran hidup yang sangat berharga. Jadi, berhentilah bermalas-malasan!

Seperti apakah pertarunganku vs kemalasan di tahun 2025 ini? Siapa yang akan menang?

Let's see!